tingkah laku ikan mas dan nila
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Ikan adalah anggota
vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup di air dan bernapas
dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam
dengan jumlah spesies lebih dari 27,000 di seluruh dunia. Secara taksonomi,
ikan tergolong kelompok paraphyletic yang hubungan kekerabatannya masih
diperdebatkan; biasanya ikan dibagi menjadi ikan tanpa rahang (kelas Agnatha,
75 spesies termasuk lamprey dan ikan hag), ikan bertulang rawan (kelas Chondrichthyes,
800 spesies termasuk hiu dan pari), dan sisanya tergolong ikan bertulang keras
(kelas Osteichthyes).
Tinggi rendahnya
salinitas disuatu perairan baik itu air tawar, payau maupun perairan asin akan
mempengaruhi keberadaan organisme yang ada di perairan tersebut, hal ini sangat
terkait erat dengan tekanan osmotik dari ikan untuk melangsungkan kehidupannya.
Ikan akan mengalami stress dan bahkan akan mengalami kematian akibat
osmoregulasi yang tidak seimbang.
Ikan adalah hewan
vertebrata berdarah dingin (poikilotermal), yang pergerakan dan keseimbangan
tubuhnya terutama menggunakan sirip dan umumnya bernapas dengan insang serta
hidup dalam lingkungan air. Ikan memiliki mekanisme fisiologi yang tidak
dimiliki oleh hewan darat, sehingga mengakibatkan ikan harus mengontrol
keseimbangan air dan ion antara tubuh dan lingkungannya, disebut osmoregulasi.
Homeostasis merupakan
konsep terpenting dalam sejarah perkembangan biologi. Hal itu memberikan
kerangka konseptual guna menginterpretasikan berbagai data fisiologis dalam
tubuh hewan. Evolusi homeostasis dan sistem fisiologis yang memelihara
homeostasis tersebut merupakan faktor penting agar hewan dapat hidup baik dalam
lingkungan yang sesuai guna mendukung proses fisiologis, maupun dalam
lingkungan yang kurang sesuai bagi proses kehidupan.Fenomena pemeliharaan
lingkungan internal tubuh hewan yang disebut homeostasis ini dilakukan oleh
semua spesies hewan, secara terus menerus.
Ikan merupakan hewan
poikiloterm, suhu tubuhnya akan menyesuaikan diridengan suhu lingkungannya.
Suhu media air akan mempengaruhi kandungan oksigenterlarut yang akan berakibat
terhadap proses respirasi ikan.Ikan mas merupakan salah satu jenis ikan yang
sensitif terhadap kandunganoksigen terlarut dalam media air tempat hidupnya.
1.2.Tujuan
Praktikum
Tujuan dari praktikum ini yaitu
sebagai berikut :
1.
Untuk
mengetahui perubahan salinitas media air terhadap kondisi fisik dan tingkah
laku ikan.
2.
Untuk
menghitung konsumsi oksigen ikan mas yang sensitif terhadap kadar oksigen
terlarut dimedia hidupnya.
3.
Untuk
mengetahui perubahan suhu panas lingkungan air terhadap aktivitas operculum
pada ikan yang secara tidak langsung ingin mengetahui perubahan tingkah laku (
stress ).
4.
Untuk
mengetahui kondisi fisik ikan tersebut sebagai respon dari ketidak stabilan
lingkungan cairan internal sel.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Organisme
perairan harus melakukan osmoregulasi karena; (1) Harus terjadi keseimbangan
antara substansi tubuh dan lingkungan; (2) Membran sel yang permeabel merupakan
tempat lewatnya beberapa substansi yang bergerak cepat; (3) Adanya perbedaan
tekanan osmose antara cairan tubuh dan lingkungan (Kimball, 1992).
Ikan
sebagai hewan yang hidup di air mempunyai kapasitas osmoregulasi melalui
membran yang dalam hal ini adalah insang. Terganggunya proses osmoregulasi
dapat disebabkan karena insang menjadi lebih permaebel sehingga sulit di lalui
air. Akibatnya pengeluaran garam dari insang menjadi terhenti dan menyebabkan
gagal ginjal (Lesmana, 2001).
Insang berfungsi
sebagai alat pernapasan tetapi dapat pula berfungsi sebagai alat ekskresi
garam-garam, penyaring makanan, alat pertukaran ion, dan osmoregulator. Pada
hampir semua ikan, insang merupakan komponen penting dalam pertukaran gas.
Insang terbentuk dari lengkungan tulang rawan yang mengeras, dengan beberapa
filamen insang di dalamnya. Tiap-tiap filamen insang terdiri atas banyak
lamella, yang merupakan tempat pertukaran gas. Tugas ini ditunjang oleh
struktur lamella itu yang tersusun atas sel-sel tiang sebagai penyangga pada
bagian dalam. Pinggiran lamella yang tidak menempel pada lengkung insang sangat
tipis, ditutupi oleh epithelium dan mengandung jaringan pembuluh darah kapiler.
Jumlah dan ukuran lamella sangat besar variasinya, tergantung tingkah laku ikan
(Fujaya, 2008).
Sistem kontrol
homeostasis memiliki 3 komponen fungsional : sebuah reseptor, sebuah pusat
kontrol, dan sebuah efektor. Reseptor mendeteksi perubahan beberapa variabel
lingkungan internal hewan , seperti perubahan suhu tubuh. Pusat kontrol
memproses informasi yang diterima dari reseptor dan mengarahkan suatu respon
yang tepat melalui efektor (Campbell,2002).
Suhu tubuh biota laut
umumnya ektotermal dimana panas tunuh sebagian besar bersumber dari lingkungan
sekitar. Oleh karena itu suhu tubuh bervariasi mengikuti fluktuasi suhu luar
tubuh (poikilotermik). Suhu tubuh ditentukan oleh panas yang diproduksi
dikurangi panas yang hilang ke lingkungan. Panas tubuh hilang melalui radiasi,
konveksi, dan konduksi. Kehilangan panas ini tergantung pada perbedaan panas
tubuh dan lingkungan luar. Ketika suhu luar rendah, kehilangan panas terutama
oleh proses radiasi, dan jika suhu lingkungan lebih tinggi, kehilangan panas
melalui proses evaporasi. Keseimbangan panas yang hilang dan panas yang
diproduksi tubuh dapat mempertahankan suhu tubuh yang konstan (Nybaken, 1982).
Oksigen terlarut
(Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernafasan,
proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi. Untuk
pertumbuhan dan pembiakan, di samping itu oksigen juga dibutuhkan untuk
oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik ( Salmin.
2005).
Peningkatan suhu
sebesar 10% akan meningkatkan oksigen sebesar 10% dekomposisi bahan organik dan
oksidasi bahan anorganik dapat mengurangi kadar oksigen terlarut hingga
mencapai O2 (anaerob) . Hubungan antara
kadar oksigen terlarut jenuh dan suhu menggambarkan bahwa semakin tinggi suhu
kelarutan oksigen semakin berkurang . Kelarutan oksigen dan gas-gas lain juga
berkurang dengan meningkatnya salinitas (Effendi, 2003).
Konsentrasi oksigen
terlarut merupakan parameter yang sangat penting dalam menentukan kualitas
perairan tambak. Konsentrasi oksigen ditentukan oleh keseimbangan antara
produksi dam konsumsi olsigen dalam ekosistem . Oksigen diproduksi oleh
komunitas autotrof melalui pernafasan. Di samping itu, oksigen juga diperlukan
untuk perombakan bahan organik dalam ekosistem (Lazzati. 2005).
BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM
3.1.
Waktu dan Tempat
Praktikum ini
dilakukan di Laboraturium Biologi, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas
Syiah Kuala pada tanggal 28 November 2015, hari Sabtu, Pukul 10.00 WIB sampai
dengan selesai.
3.2.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang
digunakan pada Praktikum kali ini adalah:
No
|
Alat dan Bahan
|
Jumlah
|
1
|
Ikan Nila ( Oreochromis
nilloticus)
|
1 unit
|
2
|
Ikan Mas (Cyprinus
carpio)
|
5 unit
|
3
|
Akuarium
|
3 unit
|
4
|
Garam
|
Secukupnya
|
5
|
Termometer
|
1 unit
|
6
|
Air Bersih
|
Secukupnya
|
7
|
Refaktometer
|
1 unit
|
8
|
DO Meter
|
1 unit
|
9
|
Air Panas
|
Secukupnya
|
10
|
Stopwatch
|
1 unit
|
11
|
Plastik Wrap
|
Secukupnya
|
12
|
Timbangan Analitik
|
1 unit
|
13
|
Wadah Plastik
|
1 unit
|
Tabel 3.2.1. Alat dan
Bahan
3.1 Cara
Kerja
Cara
kerja yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah:
3.3.1
Sistem
Osmoregulasi
Prosedur pengerjaan yang
dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
-
Menyiapkan
tiga buah wadah (toples) yang bersih dan diberi label masing-masing: 0, 10, 15,
20 ppm.
-
Diisi
masing-masing wadah dengan air bersalinitas sesuai dengan konsentrasi label
pada wadah.
-
Diukur
salinitas air / media asal organisme yang dijadikan ikan percobaan.
-
Dimasukan
secara perlahan-lahan 1 ekor ikan nila dan ikan mas kedalam tiap-tiap wadah
(toples) yang telah diberi label perlakuan salinitas.
-
Dilakukan
pengamatan selanjutnya setiap 3 menit selama 30 menit dan mencatat semua
perubahan fisik dan tingkah lakunya.
3.3.2
Konsumsi
Oksigen
Prosedur
pengerjaan yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
-
Disiapkan
wadah plastik yang telah diisi air.
-
Ditimbang
dengan timbangan analitik, lalu dicatat bobotnya.
-
Diukuran
oksigen terlarutnya dengan menggunakannya DO meter, dicatat hasilnya.
-
Dimasukkan
ikan dengan hati-hati tanpa ada air yang memercik.
-
Ditutup
wadah percobaan dengan plastik wrap, agar tidak ada kontak dengan udara luar.
-
Diwadah
percobaan dibiarkan selama 60 menit.
-
Setelah
selesai, penutup plastic dibuka, ikan dipindahkan secara hati-hati, jangan
sampai terjadi percikan air, lalu diukur oksigen terlarut pada media air wadah
percobaan tersebut dengan menggunakan DO meter atau titrasi metode winkler,
catat hasilnya.
-
adalah konsumsi oksigen ikan tersebut.
3.3.3
Sistem
Homeostasis
Prosedur pengerjaan yang dilakuan
dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
-
Diaklimitas
3 ekor ikan dari wadah plastic, dimasukan ke dalam salah satu wadah yang telah
diberi air.
-
Di
masukan air ke dalam wadah secukupnya, lalu di ukur suhunya dengan thermometer
dengan dimasukan bongkahan es sesuai dengan suhu perlakuan.
-
Pemantauan
akan dilakukan tiga perlakuan dan satu control, yaitu:
a.
Suhu
kamar (kontrol)
b.
Suhu
dinaikan 3
c.
Suhu
dinaikan 6
d.
Suhu
dinaikan 9
-
Ketiga
ikan yang diamati dimasukan ke dalam wadah toples yang sudah di beri perlakuan
(perlakuan 3.a/kontrol) selanjutnya hitung aktifitas membuka dan menutup
operculum ikan tersebut selama satu menit dengan menggunakan stopwatch sebagai
petunjuk waktu lalu diulang sebanyak tiga kali untuk masing-masing ikan. Didata
yang diperoleh dicata pada kertas lembar kerja yang telah tersedia.
-
Setelah
itu dilanjutkan dengan perlakuan berikutnya sampai ketiga tersebut teramati.
Ikan yang telah diamati diletakan ke dalam wadah plastik lain.
-
Dilanjutkan
dengan perlakuan 3.b dengan mengatur suhu air pada wadah dinaikan Suhu dinaikan
3
dengan suhu yang diinginkan menggunakan es
batu. Perlakuan dan pengamatan sama sepereti pada prosedur nomor 5.
-
Perlakuan
3.c dan 3.b (suhu Suhu
dinaikan 6
dan suhu 9
),
dilakukan dengan mengatur suhu air pada wadah yaitu suhu yang diinginkan dengan
menggunakan air panas. Perlakuan dan pengamatan sama seperti prosedur no 4 dan
no 5.
-
Data
hasil pengamatan dimasukan ke dalam table yang telah disediakan.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Praktikum
Hasil
yang siperoleh dari praktikum Sistem Osmoregulasi pada ikan yaitu sebagai
berikut :
Wadah/Aquarium
dengan Salinitas (ppm)
|
Waktu
Pengamatan
(menit)
|
Perubahan
|
|
Tingkah
Laku
|
Kondisi
Fisik
|
||
10
|
3
|
Berenang
keatas
|
Warna
masih stabil
|
6
|
Muncul
kepermukaan
|
Warna
mulai pudar
|
|
9
|
Muncul
kepermukaan
|
Warna
tubuh pucat
|
|
15
|
3
|
Mulai
tidak seimbang
|
Warna
tubuh pucat
|
6
|
Menempel
kedinding
|
Warna
tubuh pucat
|
|
9
|
Melemah
|
Warna
tubuh pucat
|
|
20
|
3
|
Mulai
tidak seimbang
|
Warna
tubuh pucat
|
6
|
Kurang
agresif
|
Mata
memerah
|
|
9
|
Bukaan
operculum lambat
|
Warna
pucat dan mata memerah.
|
Tabel
4.1.1. Hasil pengamatan sistem osmoregulasi ikan Nila Oreochromis niloticus.
Wadah/Aquarium
dengan Salinitas (ppm)
|
Waktu
Pengamatan
(menit)
|
Perubahan
|
|
Tingkah
Laku
|
Kondisi
Fisik
|
||
10
|
3
|
Berenang
kepermukaan
|
Warna
tubuh masih normal
|
6
|
Muncul
kepala ke
Permukaan
|
Warna
tubuh mulai pucat
|
|
9
|
Mulai
stress
|
Warna
tubuh pucat
|
|
15
|
3
|
Berenang
miring
|
Warna
mulai berubah
|
6
|
Pergerakan
lambat
|
Warna
tubuh pucat
|
|
9
|
Lemas
dan mulai mengapung
|
Warna
tubuh pucat
|
|
20
|
3
|
Mengapung
keatas
|
Warna
tubuh pucat
|
6
|
Melemah
|
Mata
memerah
|
|
9
|
Hampir
mati
|
Warna
pucat dan mata memerah.
|
Tabel 4.1,2. Hasil pengamatan sistim
Osmoregulasi ikan Mas Cyprinus carpio.
Hasil
yang diperoleh dari praktikum konsumsi oksigen pada ikan Mas Cyprinus carpio yaitu sebagai berikut :
No
|
Bobot Ikan (g)
|
DO awal (mg/l)
|
DO akhir (mg/l)
|
Konsumsi
|
1
|
50.45
|
0.5
|
0.8
|
0.3
|
2
|
89.22
|
1
|
0.5
|
0.5
|
3
|
35.3
|
1
|
0.5
|
0.5
|
4
|
51.12
|
0.5
|
0.5
|
0
|
5
|
83.2
|
1.5
|
0.6
|
0.9
|
Tabel
4.1.3. Hasil pengamatan Konsumsi Oksigen Ikan Mas
Hasil
yang diperoleh dari praktikum sistim Homeos tasis adalah sebagai berikut :
Suhu
|
Ikan
|
Ulangan
|
Rata Rata
|
Tingkah Laku
|
Kondisi Fisik
|
||
I
|
II
|
III
|
|||||
29OC
|
1
|
125
|
156
|
170
|
150,3
|
Normal
|
Normal
|
2
|
153
|
156
|
145
|
151,3
|
Normal
|
Normal
|
|
3
|
111
|
111
|
129
|
117
|
Normal
|
Normal
|
|
32OC
|
1
|
115
|
120
|
134
|
123
|
Normal
|
Normal
|
2
|
155
|
140
|
150
|
148,3
|
|
|
|
3
|
126
|
114
|
121
|
120,3
|
|
|
|
35
OC
|
1
|
135
|
137
|
134
|
135,3
|
Seering
naik kepermukaan
|
Keluar
gelembung dari operculum dan hemoragi
|
2
|
163
|
146
|
151
|
153,3
|
|||
3
|
160
|
120
|
137
|
139
|
|||
38OC
|
1
|
130
|
114
|
125
|
123
|
Agresif,sering
naik kepermukaan
|
Hemoragi
dan warna pucat
|
2
|
157
|
150
|
129
|
145,3
|
|||
3
|
105
|
103
|
103
|
120
|
|||
43oC
|
1
|
118
|
92
|
71
|
93,6
|
Kurang
keseimbangan, ikan mas ketiga mati
|
Warna
tubuh dan insang pucat
|
2
|
79
|
100
|
58
|
79
|
|||
3
|
128
|
83
|
Mati
|
70,3
|
Tabel 4.1.4. Hasil pengamatan
sistim Homeostasis.
4.2.
Pembahasan
Pengertian
osmoregulasi bagi ikan merupakan upaya ikan untuk mengontrol keseimbangan air
dan ion antara di dalam tubuh dan lingkungan melalui mekanisme pengaturan
tekanan osmotik. Pada hasil praktikum sistim osmoregulasi, ikan yang menjadi
sampel yaitu ikan mas dan ikan nila. Pada ikan mas dengan perlakuan yang
pertama dimasukkan ikan pada media dengan salinitas 10 ppm diperoleh tingkah
laku kurang stabil karena berenang kepermukaan dan warna normal pada menit ke
3, pada menit ke 6 kepala ikan mas mulai muncul ke permukaan dan warna tubuh mulai
pucat dan pada menit ke 9 ikan mas sudah mulai stress dengan warna tubuh yang
mulai pucat. Hal ini dikarenakan ikan mas kurang bisa mentolerir pada salinitas
10 ppm sehingga mengalami stress, hal ini dapat dilihat dari kondisi fisik
fisiologinya dari waktu ke waktu yang berubah. Sedangkan pada ikan nila dengan
salinitas yang sama mengalami perubahan yang tidak jauh beda dan baru terlihat
pada menit ke 6 dan 9 hal ini disebabkan karena ikan nila yang digunakan sudah
berukuran konsumsi sehingga toleransi terhadap salinitas berkurang. Hal ini
didukung oleh pendapat Carman Odang, dkk.( 2010) yang menyatakan bahwa Ikan
nila yang masih kecil lebih tahan terhadap perubahan lingkungan dibanding
dengan ikan yang sudah besar. Sedangkan tingkah laku ikan mas dan ikan nila
ketika diberi perlakuan dengan salinitas 15 dan 20 ppm tingkah laku dan kondisi fisiknya
cenderung tidak stabil dan tidak normal. Hal ini disebabkan karena salinitas
media yang diberikan kurang bisa di tolerir oleh ikan mas dan ikan nila
sehingga ikan mengalami stress bahkan kematian .
Pengukuran konsumsi oksigen pada ikan
dilakukan dengan menggunakan DO meter. Pada hasil pengamatan dapat dilihat
bahwa berat ikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi
oksigen pada ikan mas. Ikan dengan berat yang semakin kecil akan mempunyai
aktivitas yang tinggi sehingga banyak membutuhkan oksigen untuk memperoleh
energi. Bentuk tubuh, pergerakan ikan dan temperatur juga mempengaruhi konsumsi
oksigen pada ikan, karena dengan bentuk tubuh yang ramping akan mempunyai
gerakan renang yang cepat sehingga banyak memerlukan oksigen untuk kegiatan
metabolisme ikan dalam memperoleh energi. Sedangkan pengaruh tempratur yaitu semakin tinggi temperatur maka metabolisme
ikan semakin tinggi sehingga konsumsi oksigen semakin besar karena untuk
memperoleh energi, seperti pada tabel pengamatan konsumsi oksigen no 4.
Konsumsi oksigen ikan mas yang diperoleh dari praktikum ini adalah 0,3 pada
pengulangan 1, 0,5 pengulangan 2, 0,5 pada pengulangan 3, 0 pada pengulangan 4
dan pada pengulangan 5 di peroleh 0,9 mg/l. Hasil yang diperoleh tidak sesuai
dengan teori yang disampaikan oleh Lagler et.al., ( 1977 ) menyatakan bahwa
laju konsumsi akan meningkat dengan kecilnya bobot ikan atau sebaliknya semakin
berat ikan maka laju konsumsi oksign semakin kecil.
Frekuensi
membuka dan menutupnya operculum ikan mas pada hasil pengamatan sistim
Homeostasis terjadi disetiap adanya kenaikan suhu 3oC. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa bila suhu meningkat maka laju metabolisme ikan akan meningkat
sehingga gerakan membuka dan menutup operculum ikan akan lebih cepat dari pada
suhu kamar / awal. Maka dari itu, perubahan suhu yang mendadak akan sangat
berpengaruh pada ikan itu sendri.
Hasil rata – rata
yang diperoleh pada pengamatan suhu 29oC yaitu 150,3 pada ikan satu,
151,3 pada ikan kedua dan 117 pada ikan ketiga. Sedangkan kondisi fisik dan
tingkah laku dari ketiga ikan ini normal. Adapun hasil rata –rata pada suhu 32oC
yaitu 123 pada ikan satu, 148,3 pada ikan kedua dan 120,3 pada ikan ketiga.
Serta kondisi fisik dan tingkah lakunya juga normal. Persamaan ini disebabkan
karena ketiga ikan sampel ini bisa mentolerir suhu 29 oC dan 32oC.
sedangkan hasil rata – rata pada suhu 35 yaitu 135,3 pada ikan kesatu, 153,3
pada ikan kedua dan pada ikan ketiga diperoleh hasil yaitu 139 dengan tingkah
laku dan kondisi fisik dari ketiga ikan mas ini yaitu sering naik kepermukaan
dan keluarnya gelembung dari operculum dan adanya pendarahan ( hemoragi ). Pada
suhu 38oC diperoleh hasil rata – rata yaitu 123 pada ikan ke satu,
145,3 pada ikan kedua dan pada ikan ketiga yaitu 120 dengan kondisi agresif dan
sering naik kepermukaan dan kondisi fisiknya yaitu terjadi pendarahan dan
warna pucat serta adanya frekuensi
antara bukaan mulut dengan bukaan operculum ( sekali buka mulut bukaan
operculumnya dapat tebuka sebanyak 3-5 kali ). Pada suhu 43oC
diperoleh hasil rata – ratnya yaitu sebagai berikut ; 93,6 pada ikan kesatu, 79
pada ikan kedua dan pada ikan ketiga 70,3 dengan kondisi fisik warna tubuh dan
insang pucat sedangkan tingkah lakunya yaitu hilangnya keseimbangan dan pada
ikan mas yang ketiga mati. Pada suhu 43oC ini proses metabolisme
terjadi begitu cepat sehingga oksigen yang dibutuhkan oleh ikan sangat tinggi
sedangkan oksigen yang terlarut dalam air tidak cukup untuk proses metabolisme
ikan tersebut dan bisa dikatakan oksigen terlarut didalam air kurang atau
sedikit, sehingga dapat mengalami hilangnya keseimbangan dan kematian.
BAB
V
PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Kesimpulan
dari pembahasan ini yaitu sebagai berikut ;
1.
Tingkat
toleransi terhadap perubahan salinitas yang terlalu tinggi pada ikan nila juga dipengaruhi oleh ukuran.
2.
osmoregulasi
bagi ikan merupakan upaya ikan untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara
di dalam tubuh dan lingkungan melalui mekanisme pengaturan tekanan osmotik.
3.
Pengukuran
konsumsi oksigen dihitung dengan menggunakan DO meter.
4.
Konsumsi
oksigen pada ikan dipengaruhi oleh bentuk tubuh, ukuran,berat dan tempratur /
suhu.
5.
Bila
suhu meningkat maka laju metabolisme ikan akan meningkat sehingga gerakan
membuka dan menutup operculum ikan akan lebih cepat dan konsumsi oksigen
tinggi.
5.2
Saran
Saran
saya untuk semester depan bahan – bahan pokok leb seperti ikan sampel kalau
bisa disediakan di laboratorium. Supaya yang praktikan tidak menjadi korban
bila ikan sampel untuk praktikum tidak didapat. Dan proses praktikumnya bisa
sesuai dengan manajemen yang telah ditentukan.
DAFTAR
PUSTAKA
Effendi dan Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius :
Yogyakarta
Fujaya, 2008. Fisiologi Ikan. PT Rineka Cipta,
Jakarta.
Izzati, M. 2005. Perubahan Konsentrasi Oksigen Terlarut dan
pH Perairan Tambak Setelah Penambahan Rumput Laut (Sargassum plagyophyllum) dan
Ekstraknya. Perubahan Konsentrasi Oksigen Terlarut. UNDIP : Semarang.
Kimball, 1992. Biologi
Dasar. Erlangga, Bogor.
Lagler, K.F., John E Bardach, and
Robert R Miller, Dora R May Passion. 1977. Ichthyology
Second Edition. John Wiley and Sons, Inc., New York.
Lesmana, 2001. Organ Keseimbangan Ikan. Gita Media
Press, Surabaya.
Nybakken J.W,. 1982. Marine Biology. An Ecological Approach.
Methods for the Study of Marine Benthos.
Edited by NA Holme and AD McIntyre.
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen
Biologi (BUD) sebagai salah satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan.
Oseano, volume XXX.
.
Komentar
Posting Komentar