tingkah laku ikan mas dan nila

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Ikan adalah anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup di air dan bernapas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih dari 27,000 di seluruh dunia. Secara taksonomi, ikan tergolong kelompok paraphyletic yang hubungan kekerabatannya masih diperdebatkan; biasanya ikan dibagi menjadi ikan tanpa rahang (kelas Agnatha, 75 spesies termasuk lamprey dan ikan hag), ikan bertulang rawan (kelas Chondrichthyes, 800 spesies termasuk hiu dan pari), dan sisanya tergolong ikan bertulang keras (kelas Osteichthyes).
Tinggi rendahnya salinitas disuatu perairan baik itu air tawar, payau maupun perairan asin akan mempengaruhi keberadaan organisme yang ada di perairan tersebut, hal ini sangat terkait erat dengan tekanan osmotik dari ikan untuk melangsungkan kehidupannya. Ikan akan mengalami stress dan bahkan akan mengalami kematian akibat osmoregulasi yang tidak seimbang.
Ikan adalah hewan vertebrata berdarah dingin (poikilotermal), yang pergerakan dan keseimbangan tubuhnya terutama menggunakan sirip dan umumnya bernapas dengan insang serta hidup dalam lingkungan air. Ikan memiliki mekanisme fisiologi yang tidak dimiliki oleh hewan darat, sehingga mengakibatkan ikan harus mengontrol keseimbangan air dan ion antara tubuh dan lingkungannya, disebut osmoregulasi.
Homeostasis merupakan konsep terpenting dalam sejarah perkembangan biologi. Hal itu memberikan kerangka konseptual guna menginterpretasikan berbagai data fisiologis dalam tubuh hewan. Evolusi homeostasis dan sistem fisiologis yang memelihara homeostasis tersebut merupakan faktor penting agar hewan dapat hidup baik dalam lingkungan yang sesuai guna mendukung proses fisiologis, maupun dalam lingkungan yang kurang sesuai bagi proses kehidupan.Fenomena pemeliharaan lingkungan internal tubuh hewan yang disebut homeostasis ini dilakukan oleh semua spesies hewan, secara terus menerus.
Ikan merupakan hewan poikiloterm, suhu tubuhnya akan menyesuaikan diridengan suhu lingkungannya. Suhu media air akan mempengaruhi kandungan oksigenterlarut yang akan berakibat terhadap proses respirasi ikan.Ikan mas merupakan salah satu jenis ikan yang sensitif terhadap kandunganoksigen terlarut dalam media air tempat hidupnya.
1.2.Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini yaitu sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui perubahan salinitas media air terhadap kondisi fisik dan tingkah laku ikan.
2.      Untuk menghitung konsumsi oksigen ikan mas yang sensitif terhadap kadar oksigen terlarut dimedia hidupnya.
3.      Untuk mengetahui perubahan suhu panas lingkungan air terhadap aktivitas operculum pada ikan yang secara tidak langsung ingin mengetahui perubahan tingkah laku ( stress ).
4.      Untuk mengetahui kondisi fisik ikan tersebut sebagai respon dari ketidak stabilan lingkungan cairan internal sel.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
            Organisme perairan harus melakukan osmoregulasi karena; (1) Harus terjadi keseimbangan antara substansi tubuh dan lingkungan; (2) Membran sel yang permeabel merupakan tempat lewatnya beberapa substansi yang bergerak cepat; (3) Adanya perbedaan tekanan osmose antara cairan tubuh dan lingkungan (Kimball, 1992).
            Ikan sebagai hewan yang hidup di air mempunyai kapasitas osmoregulasi melalui membran yang dalam hal ini adalah insang. Terganggunya proses osmoregulasi dapat disebabkan karena insang menjadi lebih permaebel sehingga sulit di lalui air. Akibatnya pengeluaran garam dari insang menjadi terhenti dan menyebabkan gagal ginjal (Lesmana, 2001).
Insang berfungsi sebagai alat pernapasan tetapi dapat pula berfungsi sebagai alat ekskresi garam-garam, penyaring makanan, alat pertukaran ion, dan osmoregulator. Pada hampir semua ikan, insang merupakan komponen penting dalam pertukaran gas. Insang terbentuk dari lengkungan tulang rawan yang mengeras, dengan beberapa filamen insang di dalamnya. Tiap-tiap filamen insang terdiri atas banyak lamella, yang merupakan tempat pertukaran gas. Tugas ini ditunjang oleh struktur lamella itu yang tersusun atas sel-sel tiang sebagai penyangga pada bagian dalam. Pinggiran lamella yang tidak menempel pada lengkung insang sangat tipis, ditutupi oleh epithelium dan mengandung jaringan pembuluh darah kapiler. Jumlah dan ukuran lamella sangat besar variasinya, tergantung tingkah laku ikan (Fujaya, 2008).
Sistem kontrol homeostasis memiliki 3 komponen fungsional : sebuah reseptor, sebuah pusat kontrol, dan sebuah efektor. Reseptor mendeteksi perubahan beberapa variabel lingkungan internal hewan , seperti perubahan suhu tubuh. Pusat kontrol memproses informasi yang diterima dari reseptor dan mengarahkan suatu respon yang tepat melalui efektor (Campbell,2002).
Suhu tubuh biota laut umumnya ektotermal dimana panas tunuh sebagian besar bersumber dari lingkungan sekitar. Oleh karena itu suhu tubuh bervariasi mengikuti fluktuasi suhu luar tubuh (poikilotermik). Suhu tubuh ditentukan oleh panas yang diproduksi dikurangi panas yang hilang ke lingkungan. Panas tubuh hilang melalui radiasi, konveksi, dan konduksi. Kehilangan panas ini tergantung pada perbedaan panas tubuh dan lingkungan luar. Ketika suhu luar rendah, kehilangan panas terutama oleh proses radiasi, dan jika suhu lingkungan lebih tinggi, kehilangan panas melalui proses evaporasi. Keseimbangan panas yang hilang dan panas yang diproduksi tubuh dapat mempertahankan suhu tubuh yang konstan (Nybaken, 1982).
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernafasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi. Untuk pertumbuhan dan pembiakan, di samping itu oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik ( Salmin. 2005).
Peningkatan suhu sebesar 10% akan meningkatkan oksigen sebesar 10% dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik dapat mengurangi kadar oksigen terlarut hingga mencapai O2  (anaerob) . Hubungan antara kadar oksigen terlarut jenuh dan suhu menggambarkan bahwa semakin tinggi suhu kelarutan oksigen semakin berkurang . Kelarutan oksigen dan gas-gas lain juga berkurang dengan meningkatnya salinitas (Effendi, 2003).
Konsentrasi oksigen terlarut merupakan parameter yang sangat penting dalam menentukan kualitas perairan tambak. Konsentrasi oksigen ditentukan oleh keseimbangan antara produksi dam konsumsi olsigen dalam ekosistem . Oksigen diproduksi oleh komunitas autotrof melalui pernafasan. Di samping itu, oksigen juga diperlukan untuk perombakan bahan organik dalam ekosistem (Lazzati. 2005).



BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilakukan di Laboraturium Biologi, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Syiah Kuala pada tanggal 28 November 2015, hari Sabtu, Pukul 10.00 WIB sampai dengan selesai.
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada Praktikum kali ini adalah:
No
Alat dan Bahan
Jumlah
1
Ikan Nila ( Oreochromis nilloticus)
1 unit
2
Ikan Mas (Cyprinus carpio)
5 unit
3
Akuarium
3 unit
4
Garam
Secukupnya
5
Termometer
1 unit
6
Air Bersih
Secukupnya
7
Refaktometer
1 unit
8
DO Meter
1 unit
9
Air Panas
Secukupnya
10
Stopwatch
1 unit
11
Plastik Wrap
Secukupnya
12
Timbangan Analitik
1 unit
13
Wadah Plastik
1 unit
Tabel 3.2.1. Alat dan Bahan
3.1     Cara Kerja
Cara kerja yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah:
3.3.1     Sistem Osmoregulasi
Prosedur pengerjaan yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
-       Menyiapkan tiga buah wadah (toples) yang bersih dan diberi label masing-masing: 0, 10, 15, 20 ppm.
-       Diisi masing-masing wadah dengan air bersalinitas sesuai dengan konsentrasi label pada wadah.
-       Diukur salinitas air / media asal organisme yang dijadikan ikan percobaan.
-       Dimasukan secara perlahan-lahan 1 ekor ikan nila dan ikan mas kedalam tiap-tiap wadah (toples) yang telah diberi label perlakuan salinitas.
-       Dilakukan pengamatan selanjutnya setiap 3 menit selama 30 menit dan mencatat semua perubahan fisik dan tingkah lakunya.

3.3.2     Konsumsi Oksigen
Prosedur pengerjaan yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
-       Disiapkan wadah plastik yang telah diisi air.
-       Ditimbang dengan timbangan analitik, lalu dicatat bobotnya.
-       Diukuran oksigen terlarutnya dengan menggunakannya DO meter, dicatat hasilnya.
-       Dimasukkan ikan dengan hati-hati tanpa ada air yang memercik.
-       Ditutup wadah percobaan dengan plastik wrap, agar tidak ada kontak dengan udara luar.
-       Diwadah percobaan dibiarkan selama 60 menit.
-       Setelah selesai, penutup plastic dibuka, ikan dipindahkan secara hati-hati, jangan sampai terjadi percikan air, lalu diukur oksigen terlarut pada media air wadah percobaan tersebut dengan menggunakan DO meter atau titrasi metode winkler, catat hasilnya.
-         adalah konsumsi oksigen ikan tersebut.

3.3.3     Sistem Homeostasis
Prosedur pengerjaan yang dilakuan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
-          Diaklimitas 3 ekor ikan dari wadah plastic, dimasukan ke dalam salah satu wadah yang telah diberi air.
-          Di masukan air ke dalam wadah secukupnya, lalu di ukur suhunya dengan thermometer dengan dimasukan bongkahan es sesuai dengan suhu perlakuan.
-          Pemantauan akan dilakukan tiga perlakuan dan satu control, yaitu:
a.       Suhu kamar (kontrol)
b.      Suhu dinaikan 3
c.       Suhu dinaikan 6
d.      Suhu dinaikan 9
-          Ketiga ikan yang diamati dimasukan ke dalam wadah toples yang sudah di beri perlakuan (perlakuan 3.a/kontrol) selanjutnya hitung aktifitas membuka dan menutup operculum ikan tersebut selama satu menit dengan menggunakan stopwatch sebagai petunjuk waktu lalu diulang sebanyak tiga kali untuk masing-masing ikan. Didata yang diperoleh dicata pada kertas lembar kerja yang telah tersedia.
-          Setelah itu dilanjutkan dengan perlakuan berikutnya sampai ketiga tersebut teramati. Ikan yang telah diamati diletakan ke dalam wadah plastik lain.
-          Dilanjutkan dengan perlakuan 3.b dengan mengatur suhu air pada wadah dinaikan Suhu dinaikan 3  dengan suhu yang diinginkan menggunakan es batu. Perlakuan dan pengamatan sama sepereti pada prosedur nomor 5.
-          Perlakuan 3.c dan 3.b (suhu Suhu dinaikan 6  dan suhu 9 ), dilakukan dengan mengatur suhu air pada wadah yaitu suhu yang diinginkan dengan menggunakan air panas. Perlakuan dan pengamatan sama seperti prosedur no 4 dan no 5.
-          Data hasil pengamatan dimasukan ke dalam table yang telah disediakan.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Praktikum
            Hasil yang siperoleh dari praktikum Sistem Osmoregulasi pada ikan yaitu sebagai berikut :
Wadah/Aquarium dengan Salinitas (ppm)

Waktu Pengamatan
(menit)

Perubahan

Tingkah Laku

Kondisi Fisik

10
3
Berenang keatas
Warna masih stabil
6
Muncul kepermukaan
Warna mulai pudar
9
Muncul kepermukaan
Warna tubuh pucat

15
3
Mulai tidak seimbang
Warna tubuh pucat
6
Menempel kedinding
Warna tubuh pucat
9
Melemah
Warna tubuh pucat

20
3
Mulai tidak seimbang
Warna tubuh pucat
6
Kurang agresif
Mata memerah

9
Bukaan operculum lambat
Warna pucat dan mata memerah.
            Tabel 4.1.1. Hasil pengamatan sistem osmoregulasi ikan Nila Oreochromis niloticus.


Wadah/Aquarium dengan Salinitas (ppm)

Waktu Pengamatan
(menit)

Perubahan

Tingkah Laku

Kondisi Fisik

10

3
Berenang kepermukaan
Warna tubuh masih normal

6
Muncul kepala ke
Permukaan
Warna tubuh mulai pucat
9
Mulai stress
Warna tubuh pucat

15
3
Berenang miring
Warna mulai berubah
6
Pergerakan lambat
Warna tubuh pucat

9
Lemas dan mulai mengapung

Warna tubuh pucat

20
3
Mengapung keatas
Warna tubuh pucat
6
Melemah
Mata memerah

9

Hampir mati
Warna pucat dan mata memerah.
 Tabel 4.1,2. Hasil pengamatan sistim Osmoregulasi ikan Mas Cyprinus carpio.
            Hasil yang diperoleh dari praktikum konsumsi oksigen pada ikan Mas Cyprinus carpio yaitu sebagai berikut :
No
Bobot Ikan (g)
DO awal (mg/l)
DO akhir (mg/l)
Konsumsi (mg/l)
1
50.45
0.5
0.8
0.3
2
89.22
1
0.5
0.5
3
35.3
1
0.5
0.5
4
51.12
0.5
0.5
0
5
83.2
1.5
0.6
0.9
            Tabel 4.1.3. Hasil pengamatan Konsumsi Oksigen Ikan Mas
            Hasil yang diperoleh dari praktikum sistim Homeos tasis adalah sebagai berikut :
Suhu
Ikan
Ulangan
Rata Rata
Tingkah Laku
Kondisi Fisik
I
II
III
29OC
1
125
156
170
150,3
Normal
Normal
2
153
156
145
151,3
Normal
Normal
3
111
111
129
117
Normal
Normal
32OC
1
115
120
134
123
Normal  
Normal
2
155
140
150
148,3


3
126
114
121
120,3


35 OC
1
135
137
134
135,3
Seering naik kepermukaan
Keluar gelembung dari operculum dan hemoragi
2
163
146
151
153,3
3
160
120
137
139
38OC
1
130
114
125
123
Agresif,sering naik kepermukaan
Hemoragi dan warna pucat
2
157
150
129
145,3
3
105
103
103
120
43oC
1
118
92
71
93,6
Kurang keseimbangan, ikan mas ketiga mati
Warna tubuh dan insang pucat
2
79
100
58
79
3
128
83
Mati
70,3
Tabel 4.1.4. Hasil pengamatan sistim Homeostasis.
4.2. Pembahasan
            Pengertian osmoregulasi bagi ikan merupakan upaya ikan untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara di dalam tubuh dan lingkungan melalui mekanisme pengaturan tekanan osmotik. Pada hasil praktikum sistim osmoregulasi, ikan yang menjadi sampel yaitu ikan mas dan ikan nila. Pada ikan mas dengan perlakuan yang pertama dimasukkan ikan pada media dengan salinitas 10 ppm diperoleh tingkah laku kurang stabil karena berenang kepermukaan dan warna normal pada menit ke 3, pada menit ke 6 kepala ikan mas mulai muncul ke permukaan dan warna tubuh mulai pucat dan pada menit ke 9 ikan mas sudah mulai stress dengan warna tubuh yang mulai pucat. Hal ini dikarenakan ikan mas kurang bisa mentolerir pada salinitas 10 ppm sehingga mengalami stress, hal ini dapat dilihat dari kondisi fisik fisiologinya dari waktu ke waktu yang berubah. Sedangkan pada ikan nila dengan salinitas yang sama mengalami perubahan yang tidak jauh beda dan baru terlihat pada menit ke 6 dan 9 hal ini disebabkan karena ikan nila yang digunakan sudah berukuran konsumsi sehingga toleransi terhadap salinitas berkurang. Hal ini didukung oleh pendapat Carman Odang, dkk.( 2010) yang menyatakan bahwa Ikan nila yang masih kecil lebih tahan terhadap perubahan lingkungan dibanding dengan ikan yang sudah besar. Sedangkan tingkah laku ikan mas dan ikan nila ketika diberi perlakuan dengan salinitas 15 dan 20  ppm tingkah laku dan kondisi fisiknya cenderung tidak stabil dan tidak normal. Hal ini disebabkan karena salinitas media yang diberikan kurang bisa di tolerir oleh ikan mas dan ikan nila sehingga ikan mengalami stress bahkan kematian .
             Pengukuran konsumsi oksigen pada ikan dilakukan dengan menggunakan DO meter. Pada hasil pengamatan dapat dilihat bahwa berat ikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi oksigen pada ikan mas. Ikan dengan berat yang semakin kecil akan mempunyai aktivitas yang tinggi sehingga banyak membutuhkan oksigen untuk memperoleh energi. Bentuk tubuh, pergerakan ikan dan temperatur juga mempengaruhi konsumsi oksigen pada ikan, karena dengan bentuk tubuh yang ramping akan mempunyai gerakan renang yang cepat sehingga banyak memerlukan oksigen untuk kegiatan metabolisme ikan dalam memperoleh energi. Sedangkan pengaruh tempratur  yaitu semakin tinggi temperatur maka metabolisme ikan semakin tinggi sehingga konsumsi oksigen semakin besar karena untuk memperoleh energi, seperti pada tabel pengamatan konsumsi oksigen no 4. Konsumsi oksigen ikan mas yang diperoleh dari praktikum ini adalah 0,3 pada pengulangan 1, 0,5 pengulangan 2, 0,5 pada pengulangan 3, 0 pada pengulangan 4 dan pada pengulangan 5 di peroleh 0,9 mg/l. Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Lagler et.al., ( 1977 ) menyatakan bahwa laju konsumsi akan meningkat dengan kecilnya bobot ikan atau sebaliknya semakin berat ikan maka laju konsumsi oksign semakin kecil.
            Frekuensi membuka dan menutupnya operculum ikan mas pada hasil pengamatan sistim Homeostasis terjadi disetiap adanya kenaikan suhu 3oC. Hal ini dapat disimpulkan bahwa bila suhu meningkat maka laju metabolisme ikan akan meningkat sehingga gerakan membuka dan menutup operculum ikan akan lebih cepat dari pada suhu kamar / awal. Maka dari itu, perubahan suhu yang mendadak akan sangat berpengaruh pada ikan itu sendri.
Hasil rata – rata yang diperoleh pada pengamatan suhu 29oC yaitu 150,3 pada ikan satu, 151,3 pada ikan kedua dan 117 pada ikan ketiga. Sedangkan kondisi fisik dan tingkah laku dari ketiga ikan ini normal. Adapun hasil rata –rata pada suhu 32oC yaitu 123 pada ikan satu, 148,3 pada ikan kedua dan 120,3 pada ikan ketiga. Serta kondisi fisik dan tingkah lakunya juga normal. Persamaan ini disebabkan karena ketiga ikan sampel ini bisa mentolerir suhu 29 oC dan 32oC. sedangkan hasil rata – rata pada suhu 35 yaitu 135,3 pada ikan kesatu, 153,3 pada ikan kedua dan pada ikan ketiga diperoleh hasil yaitu 139 dengan tingkah laku dan kondisi fisik dari ketiga ikan mas ini yaitu sering naik kepermukaan dan keluarnya gelembung dari operculum dan adanya pendarahan ( hemoragi ). Pada suhu 38oC diperoleh hasil rata – rata yaitu 123 pada ikan ke satu, 145,3 pada ikan kedua dan pada ikan ketiga yaitu 120 dengan kondisi agresif dan sering naik kepermukaan dan kondisi fisiknya yaitu terjadi pendarahan dan warna  pucat serta adanya frekuensi antara bukaan mulut dengan bukaan operculum ( sekali buka mulut bukaan operculumnya dapat tebuka sebanyak 3-5 kali ). Pada suhu 43oC diperoleh hasil rata – ratnya yaitu sebagai berikut ; 93,6 pada ikan kesatu, 79 pada ikan kedua dan pada ikan ketiga 70,3 dengan kondisi fisik warna tubuh dan insang pucat sedangkan tingkah lakunya yaitu hilangnya keseimbangan dan pada ikan mas yang ketiga mati. Pada suhu 43oC ini proses metabolisme terjadi begitu cepat sehingga oksigen yang dibutuhkan oleh ikan sangat tinggi sedangkan oksigen yang terlarut dalam air tidak cukup untuk proses metabolisme ikan tersebut dan bisa dikatakan oksigen terlarut didalam air kurang atau sedikit, sehingga dapat mengalami hilangnya keseimbangan dan kematian.



BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
            Kesimpulan dari pembahasan ini yaitu sebagai berikut ;
1.      Tingkat toleransi terhadap perubahan salinitas yang terlalu tinggi pada ikan nila  juga dipengaruhi oleh ukuran.
2.      osmoregulasi bagi ikan merupakan upaya ikan untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara di dalam tubuh dan lingkungan melalui mekanisme pengaturan tekanan osmotik.
3.      Pengukuran konsumsi oksigen dihitung dengan menggunakan DO meter.
4.      Konsumsi oksigen pada ikan dipengaruhi oleh bentuk tubuh, ukuran,berat dan tempratur / suhu.
5.      Bila suhu meningkat maka laju metabolisme ikan akan meningkat sehingga gerakan membuka dan menutup operculum ikan akan lebih cepat dan konsumsi oksigen tinggi.
5.2 Saran
            Saran saya untuk semester depan bahan – bahan pokok leb seperti ikan sampel kalau bisa disediakan di laboratorium. Supaya yang praktikan tidak menjadi korban bila ikan sampel untuk praktikum tidak didapat. Dan proses praktikumnya bisa sesuai dengan manajemen yang telah ditentukan.



DAFTAR PUSTAKA
Effendi dan Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius : Yogyakarta
Fujaya, 2008. Fisiologi Ikan. PT Rineka Cipta, Jakarta.
Izzati, M. 2005. Perubahan Konsentrasi Oksigen Terlarut dan pH Perairan Tambak Setelah Penambahan Rumput Laut (Sargassum plagyophyllum) dan Ekstraknya. Perubahan Konsentrasi Oksigen Terlarut. UNDIP : Semarang.
Kimball, 1992.  Biologi Dasar.  Erlangga, Bogor.
Lagler, K.F., John E Bardach, and Robert R Miller, Dora R May Passion. 1977. Ichthyology Second Edition. John Wiley and Sons, Inc., New York.
Lesmana, 2001. Organ Keseimbangan Ikan. Gita Media Press,  Surabaya.
Nybakken J.W,. 1982. Marine Biology. An Ecological Approach. Methods  for the Study of Marine Benthos. Edited by NA Holme and AD    McIntyre.
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BUD) sebagai salah satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseano, volume XXX.
.


Komentar

Postingan Populer