pembenihan ikan peres (Osteochilus kappeni)


2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Peres
            Klasifikasi ikan peres (Osteochilus kappeni) menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :
Kingdom         : Animalia
Phylum            : Chordata
Kelas               : Pisces
Ordo                : Ostariophysi
Familia            : Cyprinidae
Genus              : Osteochilus
Spesies            : Osteochilus kappeni
Nama lokal      : Peres

 
Gambar 1. Ikan Peres
            Ikan yang berasal dari genus Osteochilus memiliki beberapa ciri yang dapat membedakannya dengan ikan lainnya. Ikan genus ini mempunyai mulut terletak diujung hidung (terminal) dan mulut dapat disembulkan. Memiliki bentuk tubuh pipih dan sirip perut terletak diberakang sirip dada (abdominal). Tubuhnya berwarna hijau keabu-abuan. Sirip punggung memiliki 3 jari-jari keras dan 12-18 jari-jari lunak. Terdapat 4 sirip yang memiliki ciri-ciri yang berbeda diantaranya sirip ekor berbentuk cagak dan simetri. Sirip dubur memiliki 3 jari-jari keras dan 5 jari-jari lunak. Terdapat sepasang sungut disudut-sudut mulutnya yang berfungsi sebagai peraba. Sirip perut dan sirip dada hampir sama panjang hanya saja sirip perut terdiri dari 1 jari-jari keras dan 8 jari-jari lunak dan pada sirip dad terdiri dari 1 jari-jari keras dan 13-15 jari-jari lunak. Tinggi batang ekor hampir sama dengan panjang batang ekor dan dikelilingi oleh 16 sisik (Susanto, 2006).

2.2.2 Pemijahan Ikan
            Pemijahan ikan adalah salah satu fase reproduksi yang merupakan mata rantai siklus hidup yang menentukan kelangsungan hidup spesies (Subagja et al., 2007). Pemijahan ikan dilakukan secara alami, semi intensif maupun buatan. Pemijahan ikan secara alami adalah pemijahan ikan tanpa campur tangan manusia, terjadi secara alamiah (tanpa pemberian rangsangan hormon) didalam wadah budidaya (Murtidjo,2001). Sedangkan pemijahan ikan secara semi intensif adalah pemijahan ikan yang terjadi dengan pemberiang rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad, tetapi proses ovulasinya terjadi secara ilmiah (Dewi dan Soeminto, 2005).
            Pemijahan ikan secara buatan adalah pemijahan ikan yang terjadi dengan memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad serta proses ovulasinya dilakukan secara buatan dengan teknik stripping/pengurutan (Subagia et al., 2007). Induk yang baik adalah induk yang memiliki fekunditas tinggi dengan telur yang baik. Hasil penelitian wijayanti dan Sulistyo (2011) menunjukkan bahwa induk nilem dengan kisaran 50-90 gram pada saat pemijahan dapat menghasilkan telur sebanyak 14,119,78±6,369,9 butir.

2.2.3 Seleksi Induk
            Ikan betina matang kelamin dicirikan dengan perut yang relatif membesar dan lunak bila diraba, dari lubang gemital cairan jernih kekuningan, gerakan lambat,postur tubuh gemuk, warna tubuh kelabu kekuningan dan lubang genital berbentuk bulat telur agak melebar dan membengkak. Sedangkan ikan jantan yang sudah matang kelamin yaitu mudah mengeluarkan sperma (milt) jika perutnya diurut (stripping), nalurigerakannya lincah, postur tubuh dan perutnya ramping, warna tubuh kehijauan dan kadang gelap, lubang urogenital agak menonjol serta sirip dada kasar dan perutnya keras. Ovulasi adalah proses keluarnya sel telur (oosit) yang telah matang dari folikel dan masuk kedalam rongga ovarium atau rongga perut (Gusrina, 2008). Menurut Gusrina (2008) pelepasan telur terjadi akibat :
1.      Telur membesar
2.      Adanya kontraksi aktif dari folikel (bertindak sebagai otot halus) yang menekan sel telur keluar.
3.      Daerah tertentu pada folikel  melemah, membentuk benjolan hingga pecah dan terbentuk lubang pelepasan hingga telur keluar (enzim yang berperan dalam pemecahan dinding folikel : protease iplasmin kemudian diikuti oleh hormon prostaglandin F2a (PGF2a) atau chotecholamin yang merangsang kontraksi aktif dari folikel).
Telur ikan peres banyak mengandung kuning telur yang mengumpul pada suatu kutub, tipe telur yang demikian dinamakan Telolechital (Sumantadinata, 1981). Warna telur ikan peres transparan, bersifat demesral (terbenam didasar perairan) dan diameter berkisar antara 0,8 mm-1,2 mm.
2.2.4 Hormon LHRH dan Anti Dopamin
            Hormon merupakan suatu senyawa yang diekskresikan oleh kelenjar endokrin, dimana kelenjar endokrin adalah kelenjar buntu yang tidak memiliki saluran (Zairin, 2002). Kelenjar endokrin pada ikan menurut Gusrina (2008) terdapat beberapa organ antara lain adalah pituitari, pineal, thymus, jaringan ginjal, jaringan kromaffin, interregnal tissue, corpuscles of stannus, tyroid, ultibranchial, pancreatic islets, intestinal tissue, intestital tissue of gonads dan urohypophysis.
            GnRH dan Anti dopamine dinyatakan bahwa setiap 1 ml LHRH mengandung 20 mg sGnRH-a (D-Arg6-Trp7, Lcu8, Prog-NET) – LHRH dan 10 mg Anti dopamine. LHRH juga berperan dalam memacu terjadinya ovulasi. Pada proses pematangan gonad GnRH analog yang terkandung didalamnya berperan merangsang hipofisa untuk melepaskan gonadotropin. Sedangkan sekresi gonadotropin akan dihambat oleh dopamine. Bila dopamine dihalangi dengan antagonisnya maka peran dopamine akan terhente, sehingga sekresi gonadotropin akan meningkat (Gusrina, 2008).

2.2.5 Penyuntikan Induk
            Menurut Susanto (2006), teknik penyuntikan dengan arah jarum suntik membuat sudut 60odari ekor bagian belakang dan jarum dimasukkan sedalam kurang lebih 1,5 cm. Hal ini ditunjukkan supaya hormon LHRH benar-benar masuk kebagian organ target. Pada saat dilakukan penyuntikan sebaiknya ikan dibungkus dengan jaring agar tidak mudah lepas. Santoso (2006) menambahkan penyuntikan disarankan mengarah kebagian depan (arah kepala) ikan, agar tidah mengenai organ bagian pencernaan dan tulang ikan. Apabila mengenai organ tersebut maka proses penyuntikan tidak akan memacu kelenjar hipofisa untuk mengeluarkan hormon GnRH dalam proses pemijahan (tidak terjadi proses pemijahan).
            Teknik penyuntikan hormon pada ikan ada 3 yaitu intra muscular (penyuntikan kedalam otot), intra peritorial (penyuntikan pada rongga perut) dan intra cranial (penyuntikan dikepala) (Susanto, 2006). Dari ketiga teknik penyuntikan yang paling umum dan mudah dilakukan adalah intra muscular, karena pada bagian ini tidak merusak organ yang penting bagi ikan dalam melakukan proses metabolisme seperti biasanya dan tingkat keberhasilan lebih tinggi dengan lainnya. Menurut Muhammad (2001) secara intra muscular yaitu pada 5 sisik kebelakang dan 2 sisik kebawah bagian sirip punggung ikan.

2.2.6 Embriogenesis Ikan
            Embriogenesis adalah proses pembentukan dan perkembangan embrio. Proses ini merupakan tahapan perkembangan sel setelah mengalami pembuahan atau fertilisasi (Gusrina, 2008). Embriogenesis dibagi menjadi tiga stadium yaitu pembelahan, embrionik dan eleutheroembrionik (stadium ikan menetas sampai ikan dapat mencari makan sendiri sampai ikan mendapat makanan dari luar (Tang dan affandi, 2001)
            Perkembangan embrio ikan peres terjadi setelah membentuk zigot. Zigot melakukan perkembangan secara mitosis dengan cepat sehingga menjadi sel-sel berukuran kecil, mulai dari pembelahan sel (2,4,8,16 sel, dst), morula, blastula dan gastrula (Olivia, 2011). Pada tahap morula sel menjadi lebih kecil dan sitoplasma masih terus bergerak kearah kutup anima. Tahap berikutnya adalah tahap blastula, dimana sitoplasma menghilang dan terdapat bagian yang berdiferensiasi membentuk organ tertentu (Yudha, 2009). Proses pembentukan blastula disebut dengan blastulasi. Pada tahap grastula selaput embrionik sudah berkembang, perkembangan embrio menjadi lebih jelas (Murtidjo, 2001). Tahap selanjutnya adalah organogenesis yaitu tahap pembentukan organ (kepala, bola mata dan tunas ekor).

2.2.7 Perkembangan Larva
            Larva adalah organisme yang masih berbentuk primitif atau belum mempunyai organ tubuh yang lengkap seperti induknya, untuk menjadi bentuk defintip yaitu dengan cara metamorfosis (Diana, 2010). Stadia larva terdiri dari prolarva dan post larva. Prolarva adalah larva yang masih mempunyai kuning telur, sedangkan postlarva adalah larva yang telah kehabisan kuning telur sampai terbentuk organ baru atau dapat disebut tahap penyempurnaan organ yang telah ada, sehingga pada masa akhir postlarva tersebut morfologisnya telah mempunyai bentuk yang sama dengan induknya yang biasanya disebut juvenil (Subagja et al., 2006).
            Menurut Gusrina (2008) menyatakan bahwa organ tubuh yang memiliki pada saat larva masih terbatas. Terdapat beberapa organ yang mulai berkembang antara lain larva masih terbatas. Terdapat beberapa organ yang mulai berkembang antara lain sirip primordial berkembang pada bidang sagital, usus masih berbentuk tabung lurus serta ginjal dengan glomeruli sangat sedikit. Saat kuning telur yang diserap, mulut mulai berfungsi, usus dan mata berkembang lebih lanjut dan larva tersebut menjadi layak untuk melakukan mencari makanan (Fahmi, 2001)

2.2.8 Kualitas Air

            Ikan nilem akan melakukan pemijahan pada kondisi oksigen berkisar antar 5-6 ppm, karbondioksida bebas yang optimum untuk kelas ikan yaitu ≤ 1 ppm (Willoughby, 1999). Menurut Susanto (2001) suhu yang optimum untuk kelangsungan hidup ikan nilem berkisar antara 18-28oC, dan untuk kandungan pH berkisar antara 6,7-8,6. Sedangkan menurut PBIAT Muntilan (2007), untuk kandungan amonia yang disarankan adalah 0,5 ppm. 

4.2 Pembahasan
4.2.1 Ikan Peres
            Pada kegiatan Kuliah Kerja Praktek kami melakukan pemijahan pada ikan peres, kegiatan yang dilakukan pertama kali ialah persiapan wadah. Wadah yang kami gunakan ialah akuarium dengan ukuran 70 cm x 45 cm x 45 cm, dengan ketinggian air 20-25 cm. Setelah dilakukan persiapan wadah barulah dilakukan penyeleksian induk ikan peres, induk ikan peres yang sudah diseleksi lalu dipisahkan antara induk jantan kedalam ember dan induk betina kedalam fiber dan dilakukan pemberokan pada induk jantan dan betina selama 24 jam. Pemberokan dilakukan adalah tahapan dalam pemijahan yang dilakukan dengan cara memuasakan induk jantan dan induk betina pada saat ikan selesai diseleksi induk. Pemberokan induk jantan dan induk betina dilakukan secara terpisah. Fungsi dilakukannya pemberokan adalah untuk membuang kotoran(fases) yang ada, menghilangkan stres pada ikan saat ditangkap, mengurangi kandungan lemak yang ada didalam gonad dan meyakinkan hasil seleksi induk betina. Setelah dilakukan pemberokan selama 24 jam induk ikan dapat dipijahkan pada hari berikutnya.
            Ciri-ciri ikan betina yang sudah matang kelamin ditandai dengan perut yang relatif membesar apabila diraba terasa lunak, dari lubang genital keluar cairan jernih kekuningan, pergerakan lambat, postur tubuh gemuk. Sedangkan ciri-ciri induk jantan yang sudah matang kelamin ditandai dengan jika perutnya diurut (stripping) mudah mengeluarkan sperma, pergerakannya lincah, postur tubuh dan perut ramping, lubang urogenital agak menonjol serta sirip dada kasar dan apabila diraba perut terasa keras (Sutisana, 2004). Pada kegiatan Kuliah Kerja Praktek kami melakukan pengkateteran pada induk betina untuk melihat TKG (Tingkat Kematangan Gonad), dilakukan dengan cara memasukkan selang kateter kedalam lubang genital induk betina lalu ujung selang yang satunya lagi dihisap secara perlahan lalu dikeluarkan selang yang di lubang genital induk betina, lalu telur dari hasil kateter disebar ditelapak tangan, TKG (tingkat kematangan gonad) ikan dapat baik jika telur terpisah antara telur yang satu dan lainnya. Ikan peres termasuk ikan yang produktif dikarenakan dapat memijah 3-4 kali pemijahan dalam setahun. Keberhasilan pada saat pemijahan ditentukan pada faktor induk dan faktor lingkungan pada saat pemijahan. Induk ikan peres yang kami gunakan pada saat praktek dengan perbandingan jantan 2:1 betina per wadahnya.
            Induk betina ikan peres ditimbang terlebih dahulu sebelum dimasukkan kedalam akuarium. Penimbangan berat awal sebelum memijah dan berat akhir setelah memijah dilakukan untuk mengetahui berat gonad ikan peres terhadap telur yang dihasilkannya. Hasil penimbangan induk ikan peres diawal  dan akhir memperlihatkan berat gonad paling tinngi diperlihatkan pada akuarium 3,4 dan 5 dan pada akuarium terjadi penurunan dapat dilihat pada (Tabel 4.1).Pada hanya akuarium 7 ikan tersebut yang tidak memijah. Tidak memijahnya ikan diakibatkan karena induk betina sudah mengalami atresia.
            Pemijahan adalah proses perkawinan antara ikan jantan dan ikan betina yang mengeluarkan sel telur dari ikan betina, sel sperma dari jantan yang terjadi diluar tubuh ikan (eksternal). Dalam budidaya ikan, teknik pemijahan ikan dapat dilakukan dengan tiga macam cara, yaitu :
1. Pemijahan ikan secara alami, yaitu pemijahan alami telur terbuahi oleh sperma didalam air setelah dikeluarkan oleh induk betina. Proses ini biasanya didahului oleh aktivitas percumbuan oleh kedua induk ikan tersebut. Pemijahan induk ikan secara alamiah bisa berlangsung secara berkelompok / berpasangan.
2. Pemijahan semi buatan, yaitu pemijahan ikan yang terjadi dengan memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad, tetapi proses ovulasinya terjadi secara alamiah didalam kolam.
3. Pemijahan buatan, yaitu pemijahan yang dilakukan dengan ikut campur tangan manusia dengan memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad serta proses ovulasinya dilakukan secara buatan dengan teknik stripping atau pengurutan

            Pemijahanikan peres yang dilakukan di Balai Benih Ikan (BBI) Lukup Badak dilakukan secara teknik pemijahan semi buatan dengan menyuntikkan hormon LHRH dan membiarkan ikan tersebut memijah dengan sendirinya diakuarium. Hormon merupakan suatu senyawa yang dieksresikan oleh kelenjar endokrin, dimana kelenjar endokrin adalah kelenjar buntu yang tidak memiliki saluran. Kelenjar endokrin pada ikan terdapat beberapa organ antara lain adalah pituitari, pineal, thymus, jaringan ginjal, gonad, jaringan kromaffin, interrgnal tissue, corpuscles of tannus, thyroid ultibranchial, pancreatic islets, intestinal tissue, intestitial tissue of gonad danurohypophysis. Hormon merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas pada ikan. Dosis hormon yang diberikan sangat erat kaitannya dengan efesiensi dan selanjutnya akan menyebabkan proses sex reversal yang berlangsung kurang sempurna.
            Sebelum dilakukan penyuntikan hormon terlebih dahulu dilakukan perhitunghan dosis pemberian hormon yang akan digunakan. Perhitungan dosis dilakukan dengan terlebih dahulu menimbang berat tubuh ikan dikalikan dengan kadar dosis 0,3 cc untuk betina, kemudian dijumlahkan dengan pengenceran 1 kali. Teknik penyuntikan yang kami lakukan dengan membuat sudut jarum suntik 30odan ditancapkan pada sisik ke 3 pertengahan dari sirip dorsalis yang diarahkan kedepan. Santoso (1997) menyatakan bahwa penyuntikan disarankan mengarah kebagian depan (arah kepala) ikan, dikarenakan agar tidak mengenai organ bagian pencernaan dan tulang ikan. Apabila mengenai organ tersebut maka proses penyuntikan tidak akan memecu kelenjar hipofisa untuk mengeluarkan hormon GnRH dalam proses pemijahan). Pada saat penyuntikan hormon perlu dilakukan pengnceran 1:1 dosis hormon. Diartikan hormon 10 ml diencerkan dengan 10 ml larutan fisiologis.
            Pemijahan yang kami lakuakan dengan memasukkan induk jantan dan betina dengan perbandingan 2:1 kedalam akuarium yang telah disiapkan. Selama proses pemijahan ikan peres dilakukan pengamatan embriogenesis terhadap ikan peres hingga telur terbuahi. Telur yang tidak terbuahi dicirikan dengan warna telur ikan peres berwarna putih susu seluruhnya dan telur yang terbuahi dicirikan dengan warna telur bening dan terdapat bulatan putih ditengahnya. Setelah telur ikan terbuahi induk ikan harus dipisahkan dari telurnya untuk menghindari telur ikan dimakan oleh induknya. Telur yang terlalu pada didalam akuarium perlu dipindahkan agar tidak terjadinya perebutan oksigen. Penumpukan telur didalam wadah juga harus dihindari jika dibiarkan akan banyak telur yang tidak akan menetas.
            Telur ikan peres yang telah terbuahi akan menetas sekitar 18 jam menetas. Dalam praktek lapangan ini dilakukan pengamatan embriogenesis pada telur ikan peres setelah pencampuran sel sperma dan telur kemudian mengalami perkembangan serta terjadi fase pembelahan (cleavage), morula, blastula dan organogenesis.
                           
                                 a                                         b                                         c
                           
                                 d                                        e                                         f
                           
                                 g                                         h                                         i
                           
                                 j                                          k                                         l
                           
                                 m                                        n                                         o

Gambar 4. Fase-fase  Embriogenesis Ikan Peres
Keterangan :
a. Telur terbuahi;           b. Pembelahan sel (Cleavage);              c. Morula;
d. Blastula;                    e. Gastrula                                             f. Gastrula akhir
g. Embrio                      h. Larva                                                o. Organogenesis

Tahapan proses perkembangan embrio pada telur ikan menurut Nelsen (1953) adalah sebagai berikut :
1. Cleavage adalah pembelahan zigot secara cepat menjadi unit-unit sel yang lebih kecil yang disebut blastomer.
2. Blastulasi adalah proses yang menghasilkan blastula, yaitu sel-sel blastomer yang memebentuk rongga penuh cairan yang disebut blastocoels.
3. Gastrulasi adalah proses kelanjutan blastulasi. Hasil proses ini adalah terbentuknya tiga lapisan, yaitu ektoderm, medoterm dan entoderm.
4. Organogenesis adalah tahapan dimana terjadi pembentukan organ-organ tubuh dari tiga lapisan diatas, yaitu ektoderm, metoderm dan entoderm. Setiap lapisan membentuk organ yang berbeda. Ektoterm membentuk lapisan epidermis pada gigi, matadan saraf pendengaran. Mesoderm membentuk sistem respirasi, pericranial, peritorial, hati dan tulang. Sedangkan entoterm membentuk sel kelamin dan kelenjar endokrin.

Larva yang telah menetas dibiarkan didalam akuarium dan tidak diberi pakan selama 3 hari. Larva ikan peres memiliki cadangan makanan berupa kuning telur (yolk salk) selama 3 hari dan barulah diberi infosuria setelah kuning telur yang ada ditubuhnya habis. Larva yang telah menetas dikontrol tiap harinya dengan melakukan pengecekan kualitas air suhu dan pH. Dilakukan penyiponan diawal untuk membuang cangkang telur dan per 2 hari sekali untuk mengontrol kualitas air. Dilakukan pemindahan larva kewadah yang lain jika larva terlalu padat. Kepadatan larva didalam suatu wadah akan mengakibatkan pertumbuhan larva menjadi lambat, hal tersebut dikarenakan ruang gerak yang sempit, makanan yang tidak cukup dan perebutan oksigen. Pemberian pakan alami yaitu infosuria diberikan pada hari ke 4 sampai ikan tersebut hari ke 7 didederkan ke kolam.
Kualitas air berpengaruh penting terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan yang dibudidayakan. Parameter kualitas air terdiri dari parameter fisika (suhu, kekeruhan dan padatan terlarut), parameter kimia (pH, oksigen terlarut, BOD dan kadar logam) dan parameter biologi (keberadaan plankton dan bakteri). Pengamatan larva ikan peres di Balai Benih Ikan (BBI) Lukup Badak yang didapatkan suhu berkisar , pH. Parameter kualitas air ini masih baik untuk kelangsungan hidup larva ikan peres. Suhu optimum kelangsungan hidup ikan nilem berkisar antara 18-28oC dan pH berkisar antara 6,7-8,8 (Susanto, 2011).
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, K. dan Soeminto. 2005. Pertumbuhan Ikan Nilem (Osteochilus hasseltiC.V) Ginogenesis sampai Umur 30 Hari Serta Tingkat PerkembanganGonad yang Telah Dicapai. Jurnal Iktiologi Indonesia, 5 (2): 55-59.
Fahmi. 2001. Tingkah Laku Reproduksi Pada Ikan. Jurnal Oseana. Volume XXVI No. 1.2001, hlm 17-24. ISSN 0216-1877.
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan. Direktorat Pembinaan Sekolah Menegah Kejuruan. Jakarta.
Muhammad, H. Sanusi, dan H. Ambas. 2001. Pengaruh Donor dan Dosis Kelenjar Hipofisa Terhadap Ovulasi dan Daya Tetas Telur Ikan Betok (Anabas testudineus). J. Sains dan Teknologi.
 Murtidjo B.A. (2001), Beberapa Metode PembenihanIkan Air Tawar, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Olivia, S. 2011. Pengaruh Suhu yang Berbeda Terhadap Penetasan Telur Ikan Nilem. Jurnal Aquaculture.
PBIAT Muntilan. 2007. Pusat Budidaya Ikan Air Tawar. Muntilan
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Cetakan II. Bina Cipta, Jakarta.
Subagja, J. 2006a. Implantasi LHRH-a dengan Kombinasi Dosis 17α-Metiltestosteron Terhadap Perkembangan Gonad Ikan Balashark(Balantiocheilus melanopterus BLEEKER). Tesis Program Pasca Sarjana,Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Subagja, J., R. Gustiano dan L. Winarlin. 2006b. Pelestarian Ikan Nilem(Osteochilus hasselti C.V) Melalui Teknoogi Pembenihannya. Dalam:Lokakarya Nasional Pengeloaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetikdi Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional. P 279-286.
Subagja, J., R. Gustiano., dan Winarlin. 2007. Teknologi Reproduksi Ikan Nilem(Osteochilus hasselti C.V) : Pematangan Gonad, Penanganan Telur danPenyediaan Calon Induk. Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII.Hlm 187 – 194
Sumantadinata, K. 1981. Perkembangan Ikan-ikan Peliharaan Indonesia. Fakultas Perikanan, Bogor.
Susanto, H. 1999. Teknik Kawin Suntik Ikan Ekonomis. Penebar Swadaya, Jakarta.
Susanto, H. 2001. Budidaya Ikan di Pekarangan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Susanto, H. 2006. Budidaya Ikan di Pekarangan (Edisi Revisi). Penebar Swadaya.Jakarta.
Sutisana, D.H. dan R. Sutarmanto. 2004. Pembenihan Ikan Air Tawar. Kanisius. Yogyakarta.
Tang, U.M dan Affandi, R. 2001. Biologi Reproduksi Ikan. IPB Press. Bogor.
Willougbhy, S. 1999. Manual of Salmonid farming. Black Well Science, london.
Yudha, I. G. 2009. Kerusakan Sel Darah Ikan Lele Dumbo yang di Paparkan dalam Endosulfan pada Konsentrasi Subletal. Universitas Lampung.

Zairin, M. 2002. Sex Refersal Memproduksi Benih Ikan Jantan dan Betina. Penebar Swadya, Jakarta.

Komentar

Postingan Populer